Selasa, 26 April 2011

KORUPSI MERAJALELA

Korupsi seperti telah mendarah daging di tubuh Indonesia ini, hal ini seperti tidak pernah ada habisnya. Satu kasus berganti dengan kasus korupsi lainnya. Hal tersebut menandakan bahwa begitu banyaknya kasus korupsi yang terjadi di nusantara ini. Sebut saja kasus korupsi yang terbesar seperti Kasus Century hingga kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran.

Berdasarkan survei Transparency International Indonesia (TII) tahun 2010, indeks persepsi korupsi di Indonesia tidak mengalami perubahan dan stagnan dibandingkan tahun sebelumnya, yakni mencapai 2,8. Indonesia menduduki peringkat 110 dari 178 negara di dunia. Indonesia juga menduduki peringkat keempat dari 10 negara Asia Tenggara. Pada urutan pertama terdapat Singapura meraih poin (9,3), Brunei Darussalam (5,5), Malaysia (4,4) dan Thailand (3,5). Hal ini juga menunjukkan betapa jauh perjuangan pemberantasan korupsi di Indonesia ini.

Pada tahun yang sama, TII juga mensurvei kota-kota di Indonesia berdasarkan pelaku bisnis yang menjalankan usahanya di kota-kota tersebut. Kota yang dinilai terbersih adalah Kota Denpasar, Bali dengan IPK 6,71. Kemudian kota yang menduduki peringkat akhir adalah Kota Pekanbaru, Riau dengan IPK 3,61. Sedangkan untuk ibukota Sulawesi Tengah, Palu, duduk di peringkat 19 dengan IPK 5,10.

Bila kita berkaca pada Kab. Poso yang merupakan daerah tingkat II, masih banyak tindak pidana korupsi yang terjadi. Hal yang paling fenomenal adalah Dana Recovery pasca konflik dikorupsi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi memang sudah masuk tingkat bawah.

Baru-baru ini juga ditemukan adanya indikasi korupsi yang dilakukan oleh Kepala Desa Sepe, Kecamatan Lage. Berdasarkan hasil temuan masyarakat, banyak dana-dana bantuan yang diberikan untuk desa yang tidak jelas penggunaannya. Masyarakat juga sudah meminta pertanggungjawaban dari Kepala Desa. Namun masyarakat masih kurang puas dengan hasil pertanggung jawaban yang diberikan oleh orang nomor satu di desa tersebut.

Hukuman
Banyak hal yang dilakukan untuk membuat jera kepada para koruptor tersebut dengan memberikan hukuman yang berat, seperti hukuman mati. Namun hal tersebut ternyata tidak efektif dalam pengurangan korupsi.

Menurut Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung RI, Marwan Effendy mengatakan efektifitas pemberantasan korupsi bukanlah dengan penindakan. Negara-negara ber-IPK tinggi lebih mengedepankan pencegahan dan pembenahan sistem yang menutup celah penyimpangan. Hal tersebut yang masih kurang di Indonesia, yaitu tindakan preventif terhadap kesempatan seseorang untuk melakukan korupsi.

Kemudian ditambah dengan RUU Tipikor yang sebelumnya menuai banyak kontroversi dan akhirnya sekarang ditarik kembali oleh pemerintah. Karena RUU tersebut bukan memperkuat UU yang sudah ada, melainkan justru memperlemah dan menyebabkan semakin terbuka kesempatan untuk melakukan korupsi.

Korupsi ini tidak hanya di pemerintah pusat saja, melainkan merambah ke daerah-daerah tingkat I bahkan tingkat II. Akan tetapi, hal tersebut bukannya tidak bisa dihilangkan. Bila ada kerja sama dan kemauan dari seluruh stakeholder yang ada, yaitu pemerintah, kejaksaan, kepolisian, KPK dan terutama masyarakat, maka bukannya tidak mungkin korupsi dapat hilang dari Indonesia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar